Minggu, 03 Januari 2010

Jumat, 16 Oktober 2009

Uji Benedict dan Uji Iodium

BAB I
UJI BENEDICT DAN IODIUM

A. Landasan Teori
1. Uji Benedict
Larutan Fehling dan larutan Benedict adalah varian dari larutan yang secara ensensial sama. Keduanya mengandung ion-ion tembaga (II) yang dikompleks dalam sebuah larutan basa. Larutan Benedict mengandung ion-ion tembaga (II) yang membentuk kompleks dengan ion-ion sitrat dalam larutan natrium karbonat. Lagi-lagi, pengompleksan ion-ion tembaga (II) dapat mencegah terbentuknya sebuah endapan – kali ini endapan tembaga (II) karbonat.
Larutan benedict dapat dibuat dengan cara mencampurkan 173 g natrium sitrat dan 100 g Na2CO3 anhidrat ke dalam 800 ml air, aduk, lalu saring. lalu ke dalamnya tambahkan 17,3 g tembaga sulfat yang telah dilarutkan dalam 100 ml H20. volume total dibuat menjadi 1 liter degan penambahan air. pereaksi benedict siap digunakan.
Larutan Fehling dan larutan Benedict digunakan dengan cara yang sama. Beberapa tetes aldehid atau keton ditambahkan ke dalam reagen, dan campurannya dipanaskan secara perlahan dalam sebuah penangas air panas selama beberapa menit.
Keton Tidak ada perubahan warna pada larutan biru.
Aldehid Larutan biru menghasilkan sebuah endapan merah gelap dari tembaga(I) oksida.
Aldehid mereduksi ion tembaga(II) menjadi tembaga(I) oksida. Karena larutan bersifat basa, maka aldehid dengan sendirinya teroksidasi menjadi sebuah garam dari asam karboksilat yang sesuai.
Persamaan untuk reaksi-reaksi ini selalu disederhanakan untuk menghindari keharusan menuliskan ion tartrat atau sitrat pada kompleks tembaga dalam rumus struktur. Persamaan setengah-reaksi untuk larutan Fehling dan larutan Benedict bisa dituliskan sebagai:

Menggabungkan persamaan di atas dengan persamaan setengah reaksi untuk oksidasi aldehid pada kondisi basa yakni

akan menghasilkan persamaan lengkap:

(http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/sifat_senyawa_organik/aldehid_dan_keton/oksidasi_aldehid_dan_keton/)
Molekul maltosa atau glukosa yang terlihat dari hasil positif pada uji benedict yang terbukti dengan terbentuknya warna merah bata pada tabung reaksi yang telah dipanaskan. Maltosa yang diuji dengan benedict memberikan warna merah bata, sedangkan amilum yang diuji dengan iod akan memberikan kompleks warna biru-ungu. Warna merah bata yang terbentuk disebabkan oleh maltosa dan glukosa memiliki gugus aldehid yang bebas sehingga dapat mereduksi ion-ion tembaga (Cu) yang terdapat pada larutan benedict menjadi Cu2O yang berwarna merah bata.
(http://rismakafiles.wordpress.com/2009/03/15/dialisis/)
Pada prinsipnya baik fehling, tollens maupun benedict digunakan untuk mengetahui apakah suatu gula merupakan gula pereduksi atau bukan (mempunyai gugus aldehida bebas). Reaksi Benedict akan menyebabkan larutan yang berwarna biru akan berubah menjadi orange atau kuning. Untuk mengetahui gula pereduksi yang mempunyai sifat reduksi lebih kuat, reaksi Fehling lebih jelas perubahan warnanya.
(http://www.chem-is-try.org/tanya_pakar/bagaimana_prinsip_kerja_reaksi_fehling_tollens_dan_benedict/)

2. Uji Iodium
Laut merupakan sumber utama iodium. Di daerah pantai, air dan tanah banyak mengandung iodium sehingga tanaman yang tumbuh di daerah pantai cukup mengandung iodium(Sunita Almatsier,2004:264). Iodium digunakan untuk menguji apakah suatu makanan mengandung karbohidrat atau tidak. Amilum salah satu kabohidrat terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa yaitu amilosa (kirakira 20-28%) dan sisanya amilopektin.
Amilosa adalah dari 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan α 1,4-glikosidik, jadi molekulnya merupakan rantai terbuka. Molekul amilo pektin lebih besar dari pada molekul amilosa karena terdiri atas lebih dari 1000 unit glukosa. Butir-butir pati tidak larut dalam air dinggin tapi apabila suspensi dalam air dipanaskan maka akan terjadi suatu karutan koloid yag kental. Larutan koloid ini apabila diberi larutan iodium akan berwarna biru. Warna biru tersebut disebabkan oleh molekul amilosa yang terbentuk senyawa. (Anna Poedjiadi, 1994).Bila makanan yang kita tetesi lugol menghitam, maka makanan tersebut mengandung karbohidrat. Semakin hitam berarti makanan tersebut banyak kandungan karbohidrat
Amilopektin dengan ioduim akan memberikan warna ungu dan menrah lembayunng. Amilum dapat dihidrolisis sempurna dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan glukosa. Hidrolisis juga dapat dilakukan dengan bantuan enzim amilase. Dalam ludah dan dalam cairan yang dikeluarkan oleh pankreas terdapat amilase yang bekerja terhadap amilum yang terdapat dalam makanan kita. Oleh enzim amilase dirubah menjadi maltosa. (Anna Poedjiadi, 1994)
Larutan amilum yang ditempatkan dalam tabung reaksi kemudian ditambah larutan iodin(lugol) warnanya menjadi biru kehitaman. Setelah larutan tersebut dipanaskan warnanya menjadi kuning agak bening dengan uap berwarna biru. Setelah didinginkan kembali, warna larutan tersebut kembali menjadi biru kehitaman. Ketika larutan tersebut ditambah dengan larutan NaOH, warna biru menjadi hilang berubah menjadi kuning agak jingga. Na yang bersifat alkalis dapat mengikat iodin sehingga warna biru kehitaman menjadi hilang.
(http://www.forumsains.com/biologi-smu/lugol-biuret-benedict-dan-fehling/)

B. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum uji benedict dan uji iodium ialah:
Alat Bahan
1. Tabung reaksi
2. Rak tabung
3. Penjepit tabung reaksi
4. Baki
5. Pemanas spirtus/Bunsen
6. Lempeng Porselin
7. Pipet tetes 1. Larutan Benedict
2. Larutan iodium
3. Larutan karbohidrat, diantaranya:
a. Larutan Susu
b. Larutan sagu
c. Larutan tepung beras
d. Larutan tepung tapioka
e. Larutan madu
f. Larutan gula

C. Cara kerja
1. Uji Benedict
a. Tambahkan 1 ml benedict ke dalam 20 tetes (1 ml) larutan karbohidrat yang akan diuji
b. Campurkan dan panaskan di atas api spirtus selama 5 menit
c. Dinginkan dan amati perubahan warna
2. Uji Iodium
a. Tambahkan 1 ml iodium ke dalam 20 tetes (1 ml) larutan karbohidrat yang akan diuji pada lempeng porselin
b. Bandingkan warna yang diperoleh dengan larutan iodiumnya sendiri




D. Hasil Pengamatan
1. Uji Benedict
No Larutan karbohidrat Sebelum di panaskan Sesudah dipanaskan
1 Larutan Susu

Larutan susu menjadi hijau setelah dipanaskan
2. Larutan Sagu









Berubah menjadi biru dan tidak ada endapan
3. Larutan Tepung Beras
Berubah menjadi biru bening terdapat endapan agak kuning
4. Larutan Tepung Tapioka
Berubah menjadi biru kehijauan dan tidak ad endapan
5. Larutan Madu

Berubah menjadi merah bata
6 Larutan Gula
Berubah menjadi warna biru kecokelatan


2. Uji Iodium
No Larutan karbohidrat Sesudah ditetesi iodium
1 Larutan Susu
Warna kuning, endapan warna kuning
2. Larutan Sagu
Benung, endapan warna Biru kehitaman
3. Larutan Tepung Beras
Bening kekuningan, endapan Warna hitam
4. Larutan Tepung Tapioka
Warna bening kekuningan Endapan hijau tua
5. Larutan Madu
Warna kuning kehijauan endapan warna kuning tua
6 Larutan Gula
Warna kuning
E. Pembahasan
1. Pertanyaan
a. Tuliskan bahan makanan yang cepat bereaksi pada uji benedict?
b. Mengapa terjadi reaksi warna yang tidak bersamaan pada uji benedict?
c. Setelah pemanasan 5 menit adakah bahan yang tidak bereaksi pada uji benedict ?
d. Samakah warna yang terbentuk untuk masing-masing larutan yang diuji pada uji benedict? Bila tidak sama mengapa?
e. Mengapa pada uji iodium menghasilkan warna yang berbeda?

2. Jawaban
a. Bahan makanan yang cepat bereaksi adalah larutan madu dan larutan susu.
b. Takaran dalam larutan karbohidrat yang diujikan memiliki konsentrasi gula yang berbeda beda. Larutan yang memiliki konsentrasi gula yang sangat tinggi akan lebih cepat berekasi dan menghasilkan endapan warna merah bata yang pekat pula salah satunya dalam larutan madu. Sedangkan larutan yang memiliki konsentrasi gula yang rendah akan lebih lama beraksi dalam menghasilkan endapan warna merah batanya. Hal ini disebabkan prinsip kerja benedict akan menghasilkan warna merah bata pada larutan yang di dalamnya terkandung glukosa. Tinggi rendahnya glukosa yang terkandung akan mempengaruhi pada kecepatan reaksi kerja benedict.
c. Tidak ada bahan yang tidak bereaksi pada uji benedict. Alasannya karena dalam setiap larutan karbohidrat yang telah diujikan diatas memiliki gugus glukosa yang berbeda.
d. Tidak sama, karena endapan tersebut tergantung pada konsentrasi karbohidrat dari masing-masing larutan yang diuji tersebut. Jadi dapat disimpulkan semakin tinggi konsentrasi gula dalam larutan semakin gelap pula warna endapan yang dihasilkannya.
e. Warna yang berbeda-beda ini dikarenakan kandungan amilosa yang terkandung dalam larutan. Larutan yang memiliki kandungan amilosa yang sangat banyak akan menghasilkan warna biru kehitaman. Hal ini sesuai dengan prinsip kerja iodium yang akan menghasilkan warna biru kehitaman apabila dalam larutan tersebut terkandung amilosa. Larutan yang memiliki kandungan glukosa yang sangat banyak akan menghasilkan warna yang lebih cerah yaitu warna merah bata.

F. Kesimpulan
Dari praktikum tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam uji benedict semakin tinggi konsentrasi gula dalam larutan semakin gelap pula warna endapan yang dihasilkannya.
Sedangkan dalam uji iodium akan menghasilkan warna biru kehitaman apabila dalam larutan tersebut terkandung amilosa.

DAFTAR PUSTAKA

Anna Poedjiadi, 1994. Dasar-dasar Biokimia.Jakarta: Universitas Indonesia Press
Hawab. 2007. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Diadit Media
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/sifat_senyawa_organik/aldehid_dan_keton/oksidasi_aldehid_dan_keton/ 13:02, 25-09-2009
http://rismakafiles.wordpress.com/2009/03/15/dialisis/ 13:23, 25-09-2009
http://www.chem-is-try.org/tanya_pakar/bagaimana_prinsip_kerja_reaksi_fehling_tollens_dan_benedict/ 10:46, 27-09-2009
Sunita Almatsier. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Praktikum Enzim dan kerja Enzim

I. Pendahuluan
Enzim adalah protein spesifik yang berfungsi sebagai biokatalisator (mempercepat proses hidrolisis). Sebagai katalisator, enzim harus bersifat efektif (dibutuhkandalam jumlah sangat sedikit dibandingkan jumlah substrat), tidak ikut serta dalam proses reaksi (sifat dan jumlah tidak berubah), dapat diperoleh kembali pada akhir reaksi, dan bersifat spesifik. Dalam proses pencernaan makanan, enzim berperan dalam pencernaan zat secara kimiawi. Dengan adanya enzim maka penggunaan energi untuk proses pencernaan akan lebih kecil. Kerja enzim sangat sensitif terhadap suhu. Reaksi dipercepat dengan naiknya suhu sampai batas waktu tertentu dan akan bekerja maksimum pada suhu optimumnya.
A. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini ialah:
Mengetahui kerja enzim pada proses pencernaan di dalam mulut
Mengukur kerja enzim amilase dalam beberapa lingkungan suhu yang berbeda
B. Landasan teori
Enzim dikenal untuk pertama kalinya sebagai protein oleh sumber pada tahun 1926 yang telah berhasil mengisolasi urease dari ‘kara pedang’ (Jack bean). Urease adalah enzim yang dapat menguraikan urea menjadi CO2 dan NH3 beberapa tahun kemudian Nhorthrop dan Kunitz dapat mengisolasi pepsin, tripsin, kimotripsin. Selanjutnya makin banyak enzim yang telah dapat diisolasi dan telah dibuktikan bahwa enzim tersebut ialah suatu protein (Anna Poedjiadi, 2004:141)
Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah reaksi. (http://metabolismalink.freehostia.com/enzim.htm/2007). Dengan tidak adanya enzim. Lalu lintas kimiawi melalui jalur-jalur metabolisme akan menjadi sangat macet. (Campbell,dkk. 2002:98)
Enzim adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh sel-sel hidup. Inilah mengapa enzim tersebut katalis hayati atau organik atau sarana katalitik. Katalis juga menampakan spesifik atau kekhususan. Artinya suatu katalis tertentu akan berfungsi pada hanya suatu jenis reaksi tertentu saja (Michael J. Pelczar dan E.C.S.Chan. 2006:318)
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ialah:
1. Suhu, semakin tinggi suhu, kerja enzim juga akan meningkat
2. pH, pengaruh pH terhadap suatu enzim bervariasi tergantung jenisnya
3. Konsentrasi substart, semakin tinggi konsentrasi substrat, semakin meningkat juga kerja enzim tetapi akan mencapai titik maksimal pada konsentrasi tertentu.
4. Konsentrasi enzim, semakin tinggi konsentrasi enzim, semakin meningkat juga kerja enzim
5. Adanya aktivator. Aktivator merupakan zat yang memicu kerja enzim
6. Adanya inhibitor, inhibitor merupakan zat yang menghambat kerja enzim. (http://fionaangelina.com/2008/09/14/enzim/)
Fungsi suatu enzim ialah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi di dalam sel maupun di luar sel (Anna Poedjiadi, 2004:143). Dari hal tersebut, maka dikenal dua tipe enzim, yaitu enzim ekstra seluler, atau eksoenzim (berfungsi di luar sel) dan enzim intraseluler, atau endoenzim (berfungsi di dalam sel). (Michael J. Pelczar dan E.C.S.Chan. 2006:318)
Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat dari pada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, disamping itu mempunyai derajat kekhasan yang tinggi, seperti juga katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia(Anna Poedjiadi, 2004:143).
Fungsi penting dari enzim adalah sebagai biokatalisator, reaksi kimia secara kolektif membenuk metabolisme perantara sel, suatu bagian yang sangat kecil dari suatu molekul besar protein enzim sangat berperan untuk katalis reaksi. Bagian yang kecil ini dinamakan bagian aktif enzim. Aktivitas katalik enzim dapat ditentukan juga melalui struktur tiga dimensi molekul-molekul enzim tersebut (http://blogpribadi.com/2009/07/tentang-enzim.html)
Ada dua teori yang menjelaskan mengennai cara kerja enzim yaitu:
1. Teori kunci dan gembok
Teori ini diusulkan oleh Enul Fischer pada tahun 1894. Menurut teori ini, enzimbekerja sangat spesifik. Enzim dan substrat memiliki bentuk geometri komplemen yang sama persis sehingga bisa saling melekat.
2. Teori ketepatan induksi
Teori ini diusulkan oleh Daniel Koshland pada 1958. Menurut teori ini, enzim tidak merupakan struktur yang spesifik melainkan struktuk yang fleksibel. Bentuk sisi aktif enzim, sisi aktif enzim berubah bentuk untuk menyerupai substrat (http://fionaangelina.com/2008/09/04/enzim/).
Cara kerja enzim adalah dengan membentuk senyawa enzim-substrat, kemudian menghasilkan suatu produk tanpa merubah senyawa enzim itu sendiri, setelah produk terbentuk maka enzim akan melepaskna diri untuk membentuk senyawa baru dengan substrat yang lain (http://www.e-dukasi.net/mapok/mp.full.php?id=372fname=materi2.html)
Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya, sedangkan masing-masing enzim diberi nama menurut nama substratnya, enzim dibagi dalam enam kelompok golongan besar, yaitu:
1. Oksidoreduktase
Enzim-enzim yang termasuk golongan ini dapat dibagi dalam dua bagian yaitu dehidrogenase dan oksidase. Dehidrogenase bekerja pada reaksi-reaksi dehidrogenase, yaitu reaksi pengambilan atom hidrogen dari suatu senyawa (donor). Hidrogen yang dilepas diterima oleh senyawa lain (akseptor). (Anna Poedjiadi, 2004:152) enzim-enzim oksidate juga sebagai katalis pada reaksi pengambilan hidrogen dari suatu substrat.
2. Transferase
Enzim yang termasuk golongan ini bekerja sebagai katalis pada reaksi pemindahan suatu gugus dari suatu senyawa kepada senyawa lain. Enzim yang termasuk golongan ini ialah metiltrasferase, hidroksimetiltransferase, karboksiltransferase, dll
3. Hidrolase
Enzim yang termasuk golongan iini bekerja sebagai katalis pada reaksi hidrolisis. Enzim yang termasuk golongan ini ialah esterase, lipase, amilase, dll
4. Isomerase
Bekerja pada reaksi perubahan intramolekuler. Contoh yang termasuk enzim ini ialah ribulosafosfat epimerase dan glukosa fosfat isomerase
5. Ligase
Bekerja pada reaksi-reaksi penggabungan dua molekul. Oleh karena itu enzim tersebut dinamakan sintesase, ikatan yang terbentuk dari penggabungan tersebut adalah ikatan C-O, C-S, C-N atau C-C. Contoh enzim golongan ini antara lain glutamin sintetase dan piruvat karboksilase (Anna Poedjiadi, 2004:153-157)

II. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya ialah
Alat Bahan
1. Becker glass 25 ml
2. Tabug reaksi
3. Pipet
4. Batang pengaduk kaca
5. Gelas ukur
6. Plat tetes
7. Lumpang dan alu porselen
8. Bunsen spiritus, kaki tiga, dan kassa
9. Alumunium Foil
10. Termometer
11. Kardus
12. Rak Tabung reaksi 1. Saliva
2. Larutan amilum
3. Larutan iod
4. Larutan benedict
5. Es dan air es
6. Lugol
7. Kue cracker asin
8. Water bath

III. Cara Kerja:
a. Kerja enzim pada proses pencernaan
Ambil 2 buah crecker

Kunyah Tumbuk

Simpan masing-masing pada tempat terpisah

Tetesi larutan iod 5 tetes

Lakukan pengamatan pada 30”, 1’, 2’, 3’, 4’, 5’, dan 10’

Amati perubahannya

Simpan 30’ di tempat tanpa cahaya

Amati perubahannya

Deskripsikan

b. Kerja enzim amilase pada beberapa suhu lingkungan
Kumpulkan dalam becker glass saliva tiap kelompok 2 ml

Homogenisasi saliva

Sediakan water bath dengan suhu 5oC, 15oC, 25oC, 35oC, 45oC, 55oC

Masukan masing-masing larutan amilum 20 ml pada

5oC 15oC 25oC 35oC 45oC 55oC
(Es) (Air Es) (Suhu Ruang) (Water Bath) (Bunsen) (Bunsen)


Biarkan 10 menit

Masukan masing-masing 0,5 ml saliva

Catat waktu memasukannya

Interval 2 menit

Uji benedict Uji iod



Catat saat terjadinya titik akromatis

Jangan dikeluarkan dari water bath dan jaga aga tetap konstan

Buat grafik hubungan antara temperatur dan kerja enzim amilase

Tentukan grafik suhu optimum

Diskusikan






IV. Hasil Pengamatan
A. Kerja enzim amilase pada proses pencernaan di mulut
Dikunyah Ditumbuk
Menit ke Uji iod
Gambar Warna Intensitas Gambar Warna Intensitas
30’’ Kuning kehitaman +4 Hitam +6
1’ Kuning +4 Hitam +6
2’ Kuning +4 Hitam +6
3’ Kuning kehitaman +6 Hitam +6
5’ Coklat
+5 Hitam +6
10’ Coklat muda +3 Hitam +6

Setelah selesai masukan kedalam dus selama 15 menit
B. Kerja enzim amilase pada beberapa suhu lingkungan

1. Suhu 50
Menit ke- Uji Iod Uji Benedict
Perubahan Warna Intensitas Perubahan Warna Intensitas
0 Biru kehitaman +6 Biru
+1
2 Kuning kehitaman +5 Biru
+1
4 Kuning kehitaman +5 Biru
+1
6 Kuning kehitaman +5 Biru
+1
8 Kuning kehitaman +5 Biru
+1
10 Kuning kehitaman +5 Biru
+1
12 Hitam kekuningan +5 Biru
+1
14 Hitam kekuningan +5 Biru
+1
16 Hitam keunguan +4 Biru
+1
18 Hitam kekuningan +5 Biru
+1
20 Hitam kebiruan +6 Biru
+1
22 Hitam kekuningan +5 Biru
+1
24 Hitam keunguan +4 Biru
+1
26 Hitam kekuningan +5 Biru
+1
28 Hitam kekuningan +5 Biru
+1
30 Hitam kekuningan +5 Biru
+1



2. Suhu 150
Menit ke- Uji Iod Uji Benedict
Perubahan Warna Intensitas Perubahan Warna Intensitas
0 Biru kehitaman +6 Biru
+1
2
Hijau pekat +5 Biru
+1
4
Biru keunguan +4 Biru
+1
6
Hijau +5
Biru
+1
8
Hijau kekuningan +3 Biru
+1
10
Hijau pekat +5 Biru
+1
12
Hijau kekuningan +3 Biru
+1
14
Kuning kecokelatan +2 Biru
+1
16
Kuning keemasan (orange tua) +1 Biru
+1
18
Orange tua +1 Biru
+1
20
Orange tua +1 Biru
+1
22
Kuning keemasan +1 Biru
+1
24
Kuning keemasan +1 Biru
+1
26
Kuning keemasan +1 Biru
+1
28
Kuning keemasan +1 Biru
+1
30
Kuning keemasan +1 Biru
+1



3. Suhu 250
Menit ke- Uji Iod Uji Benedict
Perubahan Warna Intensitas Perubahan Warna Intensitas

0 Hitam kebiruan +6 Biru +1
2 Hitam kebiruan +6 Biru +1
4
Hitam keabuan +5 Biru +1
6
Hitam keabuan +5
Biru +1
8 Hitam keunguan +4 Biru +1
10
Hijau +3 Biru +1
12
Hijau +3 Biru +1
14
Hijau kekuningan +2 Biru +1
16
Hijau kekuningan +2 Biru +1
18
Orange +1 Biru +1
20
Orange +1 Biru +1
22
Orange +1
Biru +1
24
Orange +1 Biru +1
26
Orange +1 Biru +1
28
Orange +1 Biru +1
30
Orange +1 Merah Bata +2



4. Suhu 350
Menit ke- Uji Iod Uji Benedict
Perubahan Warna Intensitas Perubahan Warna Intensitas
0 Biru kehitaman +6 Biru +1
2
Biru keunguan +5 Biru +1
4 Biru kehitaman +6 Biru +1
6
Biru keunguan +5 Biru +1
8
Kuning +3 Biru +1
10
Kuning +3 Biru +1
12
Kuning +3 Biru +1
14
Kuning +3 Biru +1
16
Orange +2 Biru +1
18
Orange +2 Merah bata +2
20
Orange +2 Merah bata +2
22
Orange +2 Merah bata +2
24
Orange +2 Merah bata +2
26
Orange +2 Merah bata +2
28
Orange +2 Merah bata +2
30
Orange +2 Merah bata +2




5. Suhu 450
Menit
Ke- Uji Iod Uji Benedict
Perubahan Warna Intensitas Perubahan Warna Intensitas
0 Hitam kebiruan +6 Biru +1
2 Hitam kebiruan +6 Biru +1
4 Hitam kebiruan +6 Biru +1
6 Hitam kebiruan +6 Biru +1
8 Hitam kebiruan +6 Biru +1
10
Hitam kehijauan +6 Biru +1
12
Hitam kehijauan +5 Biru +1
14
Hitam kehijauan +5 Biru +1
16
Hitam kehijauan +5 Merah bata +2
18
Hitam kehijauan +5 Merah bata +2
20
Hitam kehijauan +5 Merah bata +2
22
Hitam kehijauan +5 Merah bata +2
24
Hitam kehijauan +5 Merah bata +2
26
Hitam kehijauan +5 Merah bata +2
28 Hitam keunguan +4 Merah bata +2
30 Hitam keunguan +4 Merah bata +2



6. Suhu 550
Menit ke- Uji Iod Uji Benedict
Perubahan Warna Intensitas Perubahan Warna Intensitas
0 Hitam kebiruan +6 Biru +1
2 Hitam kekuningan +5 Merah bata +2
4
Hitam kehijauan +4 Merah bata +2
6
Hitam kehijauan +4 Merah bata +2
8
Hitam kehijauan +4 Merah bata +2
10 Hitam keunguan +3 Merah bata +2
12 Hitam keunguan +3 Merah bata +2
14
Hitam kecokelatan +2 Merah bata +2
16 Hitam keungguan +3 Merah bata +2
18 Hitam keunguan +3 Merah bata +2
20 Hitam keunguan +3 Merah bata +2
22 Hitam keungguan +3 Merah bata +2
24 Hitam keunguan +3 Merah bata +2
26 Hitam keunguan +3 Merah bata +2
28 Hitam keungguan +3 Merah bata +2
30 Hitam keunguan +3 Merah bata +2



V. Pembahasan
Sebelum praktikum, harus tahu dulu pengertian dari uji benedict dan iod.
Benedict digunakan untuk menguji adanya glukosa dalam suatu larutan, benedict digunakan untuk mentes atau memeriksa kehadiran gula monosakarida dalam suatu cairan monosakarida bersifat reduktor, dengan meneteskan reagen akan menghasilkan endapan merah bata. Selain menguji kualitas secara kuantitatif, karena semakin banyak gula dalam larutan, semakin gelap warna endapan. (http://www.waleanmario.wordpress.com/2008/12/1)
Sedangkan uji iod ialah untuk penambahan iod pada suatu polisakarida akan menyebabkan terbentuknya kompleks adsorpsi berwarna spesifik. Amilum atau pati dengan iodium menghasilkan waerna biru, dekstrin menghasilkan warna merah anggur, glikogen dan sebagian pati yang terhidrolisis bereaksi dengan yodium membentuk warna merah cokelat. (arifqbio.multyply.com/journal/item/15)
Pada praktikum ini dilakukan dua pekerjaan, yang pertama ialah uji kerja enzim pada proses pencernaan dimulut. Dilakukan dengan menggunakan kue cracker yang satu ditumbuk dan yang satu lagi dikunyah, keduanya ditetesi dengan larutan iod, tanpa diaduk. Karena apabila diaduk maka semua warrnanya tetap sama. Di uji dari mulai 30”, 1’, 2’, 3’, 5’, dan 10’.
Hasilnya pada kue cracker yang ditumbuk menghasilkan warna tetap dimulai dari 30”-10’ yaitu warna hitam. Karena pada cracker yang ditumbuk tanpa menggunakan kerja enzim sehingga warnanya tetap seperti semula.
Sedangkan pada kue cracker yang dikunyah warnanya berubah dimulai dari warna kuning kehitaman sampai warna cokelat muda karena enzim amilase bekerja di mulut, terjadi perubahan warna tiap waktu yang ditentukan. Pada mulut juga terjadi proses yang memecah karbohidrat menjadi glukosa yang di bantu oleh enzim amilase. (http://www.ghtasia.com/index.php?view.18.November.2008)
Setelah masukan ke dalam dus selama 15 menit, hasil pengamatan menunjukan tidak adanya perubahan warna yang terjadi.




Selanjutnya ialah melakukan pengamatan kerja enzim amilase pada suhu lingkungan. Kelompok kami mengamati kerja enzim pada suhu 50C. Dengan menguji amilum yang di campur dengan saliva. Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks, yang tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Dihasilkan oleh kelenjar ludah. (http://m13ke.wordpress.com/2008/11/25/pengrtiandanfungsisaliva)
Fungsi dari saliva ialah:
- untuk memecah karbohidrat atau tepung. Dalam saliva terkandung enzim amilase. (http://www.ghtasia.com/index.php?view...18.November.2008)
- untuk membantu mencerna makanan dengan melicinkan dan membasahi rongga mulut sehingga membantu proses pengunyahan dan menelan makanan, membasahi dan melembutkan makanana menjadi bahan setengah cair atupun cair sehingga mudah ditelan dan dirasakan, membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman, mempunyai aktivitas anti bakterial dan sistem buffer, memebantu proses pencernaan makanan melalui sktifitas enzim petialin (amilase ludah) dan lipase ludah, berpartisipasi dalam proses pembekuan dan penyembuhan luka karena terdapat faktor pembekuan darah dan entukan pidermal growth faktor pada saliva, jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukuran tentang keseimbangan air dalam tubuh, membantu dalam berbicara (pelumasan pada pipi dan lidah). (http://m13ke.wordpress.com/2008/11/25/pengrtiandanfungsisaliva)
diuji mulai dari 0”-30” dengan interval 2”. Diuji dengan larutan benedict dan larutan iod.
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ialah:
1. Suhu, semakin tinggi suhu, kerja enzim juga akan meningkat
2. pH, pengaruh pH terhadap suatu enzim bervariasi tergantung jenisnya
3. Konsentrasi substart, semakin tinggi konsentrasi substrat, semakin meningkat juga kerja enzim tetapi akan mencapai titik maksimal pada konsentrasi tertentu.
4. Konsentrasi enzim, semakin tinggi konsentrasi enzim, semakin meningkat juga kerja enzim
5. Adanya aktivator. Aktivator merupakan zat yang memicu kerja enzim
6. Adanya inhibitor, inhibitor merupakan zat yang menghambat kerja enzim. (http://fionaangelina.com/2008/09/14/enzim/)
Setelah selesai pengamatan, tentukan titik akromatisnya. Titik akromatis adalah titik dimanan sudah tidak terjadi perubahan warna lagi. Pada uji benedict titik akromatis bisa diartikan sebagai titik dimanan terjadi perubahan kimia dari polisakarida menjadi monosakarida.
(http://cat22net.blogspot.com/2009/03/enzim)
Setelah dibandingkan dengan suhu-suhu yang lainnya, Suhu optimum kerja enzim amilase berdasarkan hasil percobaan yaitu pada suhu 350C. Hal ini hampir sama dengan yang ada di literatur yang mana dalam literatur disebutkan bahwa suhu bekerjanya enzim ada pada suhu 360C-370C. pada hewan berdarah panas termasuk manusia adalah 370 C, dalam kerjanya pun enzim tidak dapat bekerja secara optimal apabila suhu lingkungan terlalu rendah dan terlalu tinggi.
(http://metabolismelink.freehostia.com/enzim.htm.17.09.2009.08:11)



Dari hasil pengamatan pada suhu 50C didapatkan hasil dimana pada uji iod terdapat titik akromatis pada waktu antara 24’dan 28’, sedangkan pada uji iod titik akromatis terdapat pada waktu 0’ hal ini dikarenakan pada uji iod tidak satupun yang mengalami perubahan warna. Faktor yang menyebabkannya adalah karena suhu terlalu rendah sehingga enzim tersebut tidak aktif.
Suhu optimum pada aktivitas kerja enzim amilase merupakan suhu yang paling optimal pada kerja enzim perubahan warna yang paling cepat berubah menjadi merah bata yaitu pada suhu 550


Dalam proses pencernaan yang terjadi di dalam mulut, terjadi dua proses yaitu secara mekanik dan kimiawi. Secara mekanik dilakukan oleh gigi engan cara dikunyah sedangkan secara kimiawi dilakukan oleh enzim. Enzim yang berada pada mulut tersebut mengubah amilum menjadi maltosa, enzim tersebut dinamakan enzim amilase. Kemudian maltosa diubah menjadi glukosa oleh enzim maltase. Dibawah ini uraian tahapan hidrolisis amilum oleh enzim amilase dapat kita lihat

VI. Daftar Pustaka
- Anna poedjiadi dan FM. Titin Supriyanti. 2005. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press
- Campbel, dkk. 2002. Biology Jilid I. Jakarta: Erlangga
- http://metabolismelink.freehostia.com/enzim.htm., 2007
- http://fionaangelina.com/2008/09/14/enzim
- http://blogpribadi.com/2009/07/tentang-enzim.html
- http://www.e-dukasi.net/mapok/mp full.php?id=372&fname=materi2.html
- Michael J. Pelczar dan E.C.S. Chan. Dasar-dasar Mikrobiologi. 2006. Jakarta. UI-Press.
- http://cat22net.blogspot.com/2009/03/enzim
- http://m13ke.wordpress.com/2008/11/25/pengrtiandanfungsisaliva.htm
- http://m13ke.wordpress.com/2008/11/25/pengrtiandanfungsisaliva
- http://www.ghtasia.com/index.php?view.18.November.2008
- arifqbio.multyply.com/journal/item/15
- http://www.waleanmario.wordpress.com/2008/12/1

Praktikum sterilisasi

I. JUDUL PRAKTIKUM
Sterilisasi

II. TANGGAL PRAKTIKUM
29 september 2009

III. TUJUAN PRAKTIKUM
Mampu melakukan sterilisasi peralatan daan medium yang sering dilakukan dalam praktikum mikrobiologi.

IV. PENDAHULUAN
Bahan ataupun peralatan yang digunakan dalam praktikum mikrobiologi harus dalam keadaan steril (Unus Suriawiria, 1995). Yang dimaksud steril berarti pada bahan atau peralata tersebut tidak didapatkan mng tidak diharapkan kehdirannya, baik mikroba yang akan mengganggu atau merusak media ataupun mengganggu kehidupan dan proses yang sedang dikerjakan (Unus Suriawiria, 1995).
Steril berarti akan didapatkan melalui sterilisasi, yang berarti proses atau kegiatan membebaskan suatu bahan atau benda dari semua bentuk kehidupan (http://ekmon-saurus.blogspot.com/2008/11/bab-3-sterilisasi.html, 28/09/2009).
Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisika dan kimiawi.
1. Secara mekanik (filtrasi)
Yaitu dengan menggunakan saringan yang berpori sangat kecil (0,22 mikron atau 0,45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. (http:// ekmon-saurus.blogspot.com/2008/11/bab-3-sterilisasi.html). Medium disaring dengan saringan porselin atau dengan tanah diatom. Dengan cara tersebut maka zat-zat organik tidak akan mengalami penguraian sama sekali. Tetapi, virus tetap tidak dapat terpisah dengan penyaringan semacam ini. Maka dari itu, sehabis penyaringan , masih diperlukan pemanasan dalam autoklaf, meskipun tidak selama 15 menit dengan temperatur 121o C. Penyaringan dapat dilakukan juga dengan saringan yang dibuat dari asbes. Saringan ini lebih murah dan lebih mudah penggunaannya dari pada saringan porselin. Saringan asbes dapat dibuang setelah dipakai, sedangkan saringan porselin terlalu mahal untuk dibuang dan terlalu sulit untuk dibersihkan. (D.Dwidjoseputro, 2003;43).
Sterilisasi secara mekanik ini diguakan pada bahan cair yang sangat peka terhadap pemanasan misalnya: serum darah, toksin, larutan garam fisiologis dan tidak dapat disterilisasi dengan pemanasan tinggi, untuk itu digunakan filter bakteri, misalnya berkelet filter, chamberland filter. (http://ekmon-saurus.blogspot.com/2008/11/bab-3-sterilisasi.html, 28/09/2009).
2. Secara fisika
Selama senyawa kimia akan disterilisasikan tidak akan berubah atau terurai akibat temperatur tinggi atau tekanan tinggi, selama itu sterilisasi secara fisik dapat dilakukan (Unus Suriawiria.1995). Cara sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan cara:
- Pemanasan, yaitu
a. Pemijaran (dengan api langsung)
Membaar alat pada api secara langsung, contoh alat: jarum inokulum, pinset, batang L, dll.
b. Panas Kering
Sterilisasi dengan oven kira-kira 60-180oC, sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca, misalnya erlenmeyer, tabung reaksi, dll. (http://ekmon-saurus.blogspot.com/2008/11/bab-3-sterilisasi.html, 28/09/2009). Waktu yang di pergunakan adalah selama 2 jam (Unus Suriawiria, 1995)
c. Uap Air Panas
Konsep ini mirip dengan mengukus, bahan yang mengandung air lebih tepa menggunakaan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi (http://ekmon-saurus.blogspot.com/2008/11/bab-3-sterilisasi.html, 28/09/2009). Metode ini juga disebut dengan tyndalisasi, cara kerja metode ini ialah mendidihkan medium dengan uap untuk beberapa menit sja. Sehabis didiamkan satu hari-selam itu spora=spora sempat tumbuh menjadi bakteri vegetatif. Maka medium tersebut dididihkan sekali lagi. Dengan demikian diperolehlah medium yang steril, da lagi pula, zat-zat organik yang terkandung di dalamnya tidak mengalami banyak perubahan (D. Dwidjoseputro, 2003). Metode ini digunakan pada bahan yang mengandung air dan tidak tahan tekanan atau suhu tinggi, misalnya: suhu bertekanan pada kondisi pH asam akan terhidrolisis. ((http://ekmon-saurus.blogspot.com/2008/11/bab-3-sterilisasi.html, 28/09/2009).
d. Uap Air Panas bertekanan
e. Menggunakan autoklaf (http://ekmon-saurus.blogspot.com/2008/11/bab-3-sterilisasi.html, 28/09/2009). Alat ini serupa dengan tangki minyak yang dapat diisi dengan uap. Medium yang akan disterilkan di tempatkan di dalam autoklaf slama 15-20 menit, hal ini bergantung kepada banyak sedikitnya barang yang perlu disterilkan. Medium yang akan disterilkan lebih baik ditempatkan dalam beberapa botol yang agak kecil daripada dikumpul dalam satu botol yang besar. Setelah pintu autoklaf ditutup rapat, baru kran pada pipa uap di buka, temperatur akan terus menerus naik sampai 121oC. biasanya autoklaf sudah diatur demikian rupa, sehingga pada suhu tersebut, tekanan ada sebesar 15 lbs (pounds) per inch persegi yang berarti 1 atmosfer per 1 cm2. Penghitungan waktu 15 atau 20 menit, dimulai semenjak termometer pada autoklaf menujuk 121oC. Setelah cukup waktu, maka kran uap ditutup, dengan demikian akan terlihat bahwa suhu mulai turun sedikit demi sedikit, demikian pula manometer (D. Dwidjoseputro, 2003).
- Penyinaran dengan UV
Sinar ultra violet juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroba yang menempel pada permukaan interior safety cabinet dengan disinari UV. (http://ekmon-saurus.blogspot.com/2008/11/bab-3-sterilisasi.html, 28/09/2009)
3. Secara kimiawi, biasanya menggunakan senyawa disinfektan. (http://ekmon-saurus.blogspot.com/2008/11/bab-3-sterilisasi.html, 28/09/2009) antara lain CuSO4, AgNO3, HgCl2, ZnO, dsb. Serta larutan alkohol dan campurannya. Beberapa larutan garam seperti NaCl (9%), KCl (11%) dan KNO3 (10%) dapat dipergunakan untuk membunuh mikroba karena tekanan osmotiknya, yaitu dengan jalan dehidrasi protein pada substrat. Sedangkan asam kuat atau basa kuat dapat pula digunakan karena bersifat menghidrolisis isi sel mikroba. (Unus Suriawiria, 1995).
Larutan KMnO4 (1%) dan HCl (1,1%) merupakan desinfektan yang kuat karena dapat mengoksidasi substrat, yang paling banyak digunakan adalah larutan HgCl2 (0,1%), tetapi senyawa tersebut sangat beracun dan bersifat korosif, serta dapat merusak jaringan inang, dan mengendapkan protein larutan garam (dari CuSO4) senyawa yang paling banyak digunakan algisida (pembasmi alga). Khlor dan senyawa khlor lainnya banyak dipergunakan sebagai desinfektan terutama pada tempat penyimpanan air. Karena disebabkan kalau senyawa tersebut terkena air maka akan terjadi reaksi:
Cl2 + H2O HCl + HOCl
HOCl HCL+ + On
On tersebut mempunyai daya oksidasi kuat untuk membunuh mikroba. Khlor mempunyai daya membunuh mikroba. Khlor mempunyai daya membunuh mikroba dalam dua cara yaitu:
a. Secara Oksidasi (On)
b. Khlorinasi langsung terhadap protein sel
Larutan formalin atau formaldehida termasuk senyawa yag mudah larut di dalam air, tetapi sangat efektif sebagai desinfektan dengan kadar 4-20% (Unus Suriawiria, 1995)
Ada yang dinamakan dengan sterilisasi komersial, proses sterilisasi ini ditujukan untuk membunuh semua mikroorganisme yang hidup pada suhu penyimpanan normal (disuhu ruang). Beberapa mikroorganisme bisa membentuk spora yang mampu bertahan pada suhu tinggi. Pada kondisi penyimpanan yang benar, spora ini tidak bergeminasi, tetapi pada suhu penyimpanan yang salah (suhu penyimpanan diatas suhu penyimpanan normal) maka spora tersebut dapat bergeminasi dan menyebabkan kerusakan. Closteridium botilinum menjadi terget utama dalam proses sterilisasi komersial untuk pangan yang pHnya diatas 6,4%. Ketidak cukupan proses sterilisasi (suhu tidak tercapai atau waktu sterilisasi kurang) akan menyebabkan spora C. (http://id.shvoong.com/exact-sciences/1799738-prinsip-pasteurisasi-dan-sterilisasi-komersial/, 28/09/2009)

V. ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini ialah:
Bahan Alat
1. Kapas
2. Kertas 1. Autoclave
2. Oven
3. Tabung reaksi
4. Cawan Petri
5. Inkubator

VI. CARA KERJA
Cuci peralatan dengan detergen


Tiriskan


Masukan dalam oven 170oC selama 3 jam


Sumbat dengan kapas


Bungkus dengan kertas


Dasar autoclave isi dengan air ledeng


Susun peralatan dalam autoclave


Kencangkan klem-klem penutup autoclave


Buka kran pada pipa uap


Biarkan temperatur meningkat sampai 121oC pada tekanan 1 atm/cm2


Set autoclave pada 15 menit semenjak temperatur tersebut


Tutup kran uap sampai suhu menurun


Buka autoclave bila autoclave menunjukan angka nol


Keringkan di oven


Simpan di inkubator

VII. HASIL PENGAMATAN
No Tahapan Gambar
1. Pencucian Alat
2. Pengeringan pada oven

3. Pengangkatan Alat

4. Penyumbatan Alat dengan Kapas
5. Pembungkusan Alat

6. Penyimpanan alat di autoclave
7. Persiapan sterilisasi alat di autoclave
8. Penutupan klep pada autoclave
9. Kerja Manometer
10. Pengaturan klep saat penguapan
11. Pengeringan pada oven setelah di sterilkan di autoclave
12. Penyimpanan pada inkubator supaya sterilisasi tetap bertahan


VIII. PEMBAHASAN
Tahapan pada sterilisasi ini ialah:
1. Tahap pencucian
Berfungsi sebagai penghilang kotoran-kotoran dan zat-zat kimia yang menempel pada peralatan tersebut
2. Tahap pengeringan pada oven
Supaya alat kering secara cepat dan pengeringan itu maksimal yaitu dengan suhu 1700C selama 3 jam. Ini dilakukan selain untuk pengeringan juga supaya dapat membunuh mikroba kontaminan sehingga bebas dari mikroba dan dalam keadaan steril.
3. Pengangkatan alat
Setelah benar-benar kering, angkat alat tersebut
4. Tahap penyumbatan alat dengan kapas
Penyumbatan ini di lakukan agar menghalangi mikroba yang masuk pada alat tersebut, penyumbatan ini harus dilakukan sangat rapih, karena apabila tidak dilakukan dengan rapih, maka kemungkinan akan terjadi perembesan air terhadap alat tersebut yang mana air tersebut akan berfungsi sebagai media masuknya bakteri, atau apabila penyumbatannya longgar, maka sumbat tersebut akan copot.
5. Tahap pembungkusan alat
Pembungkusan alat dilakukan dengan pembungkus (koran), supaya alat tersebut tidak kotor dan terkonaminasi oleh mikroba. Pembungkusan merupakan hal yang penting dalm proses sterilisasi, karena pembungkusan ini harus dapat menjamin alat tetap steril sampai waktunya digunakan.
6. Persiapan pensterilan alat
Persiapan tersebut meliputi:
a) Pengecekan gas dan kompor gas, supaya terkontrol apabila gas habis ataupun ada gangguan pada kompor tersebut
b) Memasukan air ledeng pada autoclave
c) Penyusunan alat-alat yang akan disterilkan
d) Penguncian tutup autoclave, penguncian autoclave harus dilakukan dengan pas, karena apabila tidak pas maka akan terjadi peledakan pada autoclave tersebut.
e) Pengaturan klep autoclave, klep harus diatur, karena apabila tidak diatur, maka penguapannya tidak maksimal.
7. Perhatikan kerja manometer
Ini dilakukan supaya terkontrol temperaturnya dan tidak melebihi dari tekanan yang telah ditentukan.
8. Pengaturan klep saat penguapan
Dilakukan supaya tidak terjadi ledakan dikarenakan klepnya tidak terkontrol pengaturannya.
9. Pengangkatan alat yang sudah disterilkan
10. Pengeringan alat pada oven
Pengeringan ini dilakukan supaya pengeringannya maksimal dan proses pengeringannya cepat juga untuk mencegah kelembaban saat penyimpanan
11. Penyimpanan pada inkubator
Setelah benar-benar kering, simpan alat yang sudah disterilkan pada inhibitor. Apabila alat yang disterilkan disimpan pada alat tersebut, maka alat yang telah di sterilkan tersebut akan bertahan ± selama 3 bulan.

IX. SIMPULAN
Dari laporan praktikum ini, maka dapat disimpulkan bahwa sterilisasi merupakan proses atau kegiatan membebaskan suatu bahan atau benda dari semua bentuk kehidupan. Setelah alat disterilisasi, maka alat tersebut dapat disimpan di inkubator dan dapat bertahan selama ± 3 bulan.

X. DAFTAR PUSTAKA
- http://ekmon-saurus.blogspot.com/2008/11/bab-3-sterilisasi.html, 28/09/2009
- http://id.shvoong.com/exact-sciences/1799738-prinsip-pasteurisasi-dan-sterilisasi-komersial/, 28/09/2009
- D. Dwijoseputro. Dasar-dasar Mikrobiologi. 2003. Jakarta. Djambatan
- Unus Suriawiria. Pengantar Mikrobiologi Umum. 1995. Bandung. Angkasa